Misteri Ponari, dan mistis dalam Islam

Senin, 02 Maret 2009

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang syirik kepada Allah, maka sesungguhnya mereka telah melakukan dosa yang sangat besar " (QS.4:48)

Oleh:
H. FACHRURROZY PULUNGAN, SE
 
Dalam berbagai hal, seringkali kita terbingung-bingung melihat berbagai pengobatan yang dilakukan oleh sesuatu yang non fisik. Misalnya dengan cara jampi-jampi tertentu suatu penyakit setelah melalui diagnosa dokter tidak mungkin sembuh, ternyata menyembuhkan. Atau melalui (perantara) sebuah batu, kayu, tasbih, air putih dll yang menurut akal sehat tidak mungkin bisa menyembuhkan penyakit fisik, terbukti menyehatkan. Pengobatan cara ini biasa disebut sebagai pengobatan supraalamiah atau mistis yang melampaui wilayah akal (empiris). Dan umumnya pengobatan cara ini dilakukan oleh kekuatan yang luar biasa dari diri seseorang.

Ada dua kekuatan yang memang luar biasa yang harus kita bedakan. Pertama, ada yang disebut sebagai ‘karamah', dan kedua, apa yang disebut sebagai ‘istidraj'.

Untuk yang pertama biasanya dimiliki oleh orang-orang ‘saleh' dan taat menjalankan ibadah. Dan datangnya kekuatan itu biasanya tidak selamanya, tetapi kadang-kadang saja. Sedangkan yang kedua, umumnya digunakan oleh orang-orang yang berhati jahat dan untuk menunjukkan kesombongan atas kekuatan dirinya kepada orang lain, dan ilmu yang dia peroleh bukan dari petunjuk Allah, tapi dari petunjuk syetan. 

Karamah adalah isim dari ‘karuma', dengan bentuk jamaknya ‘karamat', yang berarti ‘kemuliaan yang diberikan Allah ke pada hamba Nya dengan berbagai macam keutamaan'. Karamah yang diberikan Allah itu ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum, merupakan kelebihan dan kemulian manusia dari makhluk lainnya, seperti manusia bisa berfikir, bentuk badan yang tegak berdiri dan lainnya, sebagaimana firman Allah dalam surah al Isra' ayat 70 dan surah at Tiin ayat 5. 

Sementara karamah yang khusus diberikan Allah kepada sebagian hamba yang dipilih, dengan menunjuki kepada iman yang kokoh (istiqomah), serta karunia ketaatan kepada Allah dengan menjalankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Menurut Syeikh Abu Bakar al Jazairi dalam kitabnya Akidah Mukmin, bahwa istiqomah atas iman dan ketaatan adalah termasuk karamah yang paling besar. Dan yang lebih khusus dari karamah istiqomah dan ketaatan adalah, apa yang dengannya Allah memuliakan hamba Nya dengan memberinya sifat wara' (menjauhi yang subhat), melakukan sedikit hal yang mubah, dan memperbanyak ibadah-ibadah sunnat, baik shalat, puasa, sedekah, bersilaturrahim (tetap menjaga hubungan baik dengan manusia), memelihara kelestarian alam lingkungannya dan jihad. Dan kepada mereka-mereka itulah kemudian Allah menyebutnya sebagai ‘wali', sebagaimana firman Nya dalam surah Yunus ayat 62 dan hadis qudsi, " ...wama yazalu ‘abdi yataqarrabu ilaiya bi al nawafili hatta uhibbahu, faidza ahbabtuhu kuntu sam'ahu...ilal akhir"/dan tidaklah hamba Ku yang selalu mendekatkan diri kepada Ku dengan hal-hal yang sunat/nawafil, melainkan Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengaran yang dia mendengar dengannya, penglihatannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dia memegang dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Apabila ia meminta kepada Ku, niscaya Aku memberinya, dan apabila ia memohon perlindungan, niscaya Aku melindunginya.... dst. HR. Bukhari.

Dari keterangan di atas, maka kemuliaan atau karamah yang diberikan Allah kepada hambanya bukan kepada seorang anak-anak atau kepada orang yang tidak dibebani hukum. Karamah itu diberikan Allah kepada orang dewasa atau mukallaf. Hanya seorang mukallaflah yang bisa melakukan ketaatan kepada Allah. Sedangkan ‘Ponari', adalah seorang anak yang masih berusia 9 tahun yang tidak ada hukum taklifi terhadap dirinya. Maka mustahil Allah memberikan karamah kepadanya. Sementara itu pengobatan yang dilakukan ‘Ponari' bukan merupakan pengobatan menurut cara yang lazim dan dibenarkan dalam Islam.

Dari telaah sejarah ditemukan bahwa, budaya atau tradisi suku Jawa dan suku-suku di pedalaman Indonesia, sangat dipengaruhi oleh suasana mistis. Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama nenek moyang bangsa Indonesia umumnya beragama Hindu, Budha dan Anisme. Cerita pewayangan dan mitos-mitos yang masuk kepada masyarakat yang kemudian menjadi pegangan dan pujaan. Orang-orang sakti seperti Gatot Koco, Nyi Roro Kidul, Nyi Roro Mendut, Prabu Siliwangi, Hanoman, Satrio Piningit atau orang yang memiliki kekuatan di atas rata-rata manusia begitu dipuja dan disanjung. Cerita para dewa-dewa dan mitos-mitos itu sampai saat ini masih diyakini sebagian besar masyarakat dan mereka juga meyakini bahwa para dewa dan orang-orang yang dianggap sakti itu akan melakukan reingkarnasi (titisan). Dan itulah kemudian yang terjadi kepada sebagian masyarakat Jombang Jawa Timur sekarang ini. Mereka menganggap bahwa ‘Ponari' adalah titisan atau reingkarnasi dari Ki Ageng Selo yang memiliki ilmu kesaktian dari sambaran petir yang ia halau ketika hendak menyambar dirinya. Sementara batu kecil yang didapat ‘Ponari' ketika bermain-main itu pun dianggap sebagai jimat (tamaim) dan dengan batu itu ia mencelupkannya ke dalam air yang dibawa oleh orang-orang yang meminta pengobatan. Apa yang dilakukan anak kecil ini sebenarnya tidak termasuk kepada kategori pengobatan mistis atau supernatural, karena tidak terbukti bahwa batu itu sebagai batu yang disambar petir, atau batu yang jatuh dari langit, seperti batu yang dimiliki Ki Ageng Selo dalam legendanya. Intinya, masyarakat awam yang iman mereka belum masuk kedalam dada, gampang sekali terkecoh dan mempercayai hal-hal mitos dan mistis yang mendangkalkan aqidah Islam sehingga terjerumus kepada syirik dan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum Islam, dengan meminum air najis (comberan bekas kencing dan cebok keluarga Ponari) yang dikatakan juga sebagai obat . Nastagfirullahal ‘adzhim.

Belakangan ini pun media tv sering sekali mengiklankan hal-hal yang berbau mistis, ramalan nasib serta praktik penyingkapan perkara ghaib dan sesuatu yang rahasia, melalui perantaraan alam tinggi, alam rendah, hingga menurut pengakuan mereka dapat mengungkapkan sesuatu yang akan terjadi pada esok hari, bulan depan atau tahun depan. Sepertinya ada upaya tersembunyi untuk mengembalikan mitos-mitos yang melegenda itu, yang pada gilirannya, orang tidak percaya lagi kepada ke Maha Kuasaan, dan ke Maha Agungan Allah SWT. Padahal tegas Allah berfirman, bahwa hanya Allah yang mengetahui yang ghaib. (Q.s.an Naml : 65). Dan bagi orang yang mempercayainya dihukumkan kufur oleh Rasulullah SAW. (HR.Thabrani dari Ibnu Mas'ud ra).

Dalam Islam pengobatan secara supraalamiah ada dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat, tetapi tidak seperti yang dilakukan Ponari. Dalam kitab al Adzkar, imam Nawawi halaman 113, Rasulullah SAW menyuruh orang yang mengadukan sakitnya (karena luka) untuk meletakkan telunjuknya ke bumi dan mengangkatnya seraya berdo'a " bismillahi turbatu ardhina bariqatu ba'dhina yusyfa bihi saqimuna biizni rabbina ", dengan nama Allah tanah di bumi, sebagaian dari ludah kami disembuhkan dengannya dengan izin Tuhan kami. HR. Bukhari-Muslim. 

Demikian juga ketika Nabi SAW melakukan rajah terhadap keluarga beliau dengan berdo'a " Allahumma rabbannasi azhibil baksa, isyfi antasy syafi, la syifaan illa syifauka syifaan la yughadiru saqama". HR. Bukhari Muslim dari Aisyah ra. Dalam sahih Bukhari juga diceritakan betapa sahabat-sahabat beliau melakukan ruqyah/pengobatan dengan membacakan surah al Fatihah kepada pemimpin desa yang terkena sengatan binatang berbisa.

Jika dilihat dari penyakit yang diderita oleh apa yang diceritakan hadis-hadis di atas, pengobatan yang dilakukan Rasulullah SAW dan sahabat tidak dalam wilayah empiris. Luka, demam, dan sengatan binatang berbisa adalah penyakit fisik, sementara pengobatan itu dilakukan sama sekali tidak berhubungan dengan sebab akibat, pengobatan yang dilakukan Nabi SAW dan sahabat itu adalah wilayah mistis, kekuatan ghaib yang diluar jangkauan akal manusia. Pengobatan cara ini tidak mengandung unsur syrik, biarpun kita berobat kepada seorang ustadz atau kiyai, hal itu harus diyakini, karena ustadz atau kiyai yang saleh lebih mudah diijabah Allah do'anya, dan si sakit atau kita juga harus mengi'tiqadkan bahwa yang menyembuhkan penyakit itu adalah Allah SWT. Karena seseorang yang dimuliakan Allah kadang-kadang bisa berbuat sesuatu yang menurut akal sehat, tidak mungkin.

Untuk itu umat Islam yang benar-benar beriman harus bisa membedakan mana yang karamah mana yang sihir dan mana yang mengada-ada. Dan juga jangan mudah tertipu oleh orang yang mengaku-ngaku, atau sengaja digembargemborkan bahwa si anu, adalah dukun sakti yang bisa menyembuhkan penyakit ini, penyakit anu. 

Jika orang yang kita mintai bantuan penyembuhan suatu penyakit adalah orang yang saleh hal itu dibenarkan dalam Islam. Tetapi jika yang dimintai tolong itu adalah orang yang shalatnya bolong-bolong, atau kepada yang tak pernah shalat sama sekali, mustahil ia bisa mendatangkan karamah. Dan itu boleh jadi adalah sihir atau orang memiliki istidraj, bukan karamah. Sihir dilarang dalam agama. ‘Inna al ruqa wa al tamaim wa al tiwalah al syirkun'/sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan tiwalah (guna-guna) adalah syirik. HR. Ahmad.

0 comments: